foto Museum Imam Bonjol - Pasaman
Selasa, 20 Januari 2009
foto studi di Australia
Pembangunan, pendidikan, foto, artikel
foto in ausiee
Di Universitas Negeri Padang
Minggu, 18 Januari 2009
Main Sepakbola dengan Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNP
Coaching mahasiswa Magang tahun 2007, Mahasiswa serius.............yooo
Panitia BEM FE, Liga Sepakbola se UNP, 2007
Coaching mahasiswa Magang tahun 2007
Senyum dengan manis..............................
foto Kenangan di malang
Rabu, 14 Januari 2009
Santi juga, selesai download, istirahat dulu ah.......
Minggu, 11 Januari 2009
Setiap Saat Belajar
Assalamualikum Wr.WB
Jumat, 09 Januari 2009
SELAMAT DATANG DI BLOGSPOT YULHENDRI
Artikel : Ekonomi Rakyat
Yulhendri
Pengurangan Kemiskinan dengan Merubah profesi dan Pendidikan
Krisis ekonomi Indonesia tahun 1998, memberikan hikmah yang sangat besar dalam keberlanjutan negara sebagai sebuah bangsa yang akan besar. Banyak makna pembelajaran bangsa yang bisa dipetik dan dijadikan sebagai suatu nilai-nilai baru untuk menatap masa depan Indonesia yang lebih maju dan bermartabat. Biaya belajar yang harus ditanggung disadari memang amatlah mahal, ratusan triliyun dana negara hilang dibawa oleh para pelaku ekonomi usaha besar ke luar negeri, jutaan pekerja kehilangan pekerjaan, ribuan usaha yang berbasis pada input impor dan sumber pembiayaan dollar hancur, dan jatuhnya sebuah pemerintahan orde baru yang selama ini berkuasa secara dominan.
Biaya sosial, ekonomi dan politik yang tinggi pada saat krisis, kalau diarifi memberikan kemanfaatan dan eksternalitas positif dalam perekonomian nasional hari ini, lahirnya harapan yang lebih baik. Hal ini bisa terlihat dari kondisi makro perekonomian, diantaranya adalah : devisa negara yang semakin baik yang diakibatkan oleh keseimbangan neraca pembayaran internasional yang surplus. Sistem pemerintahan yang sudah mulai demokratis, menjalankan prinsip-prinsip good governance dan usaha-usaha untuk mengurangi distorsi pasar yang semakin giat dilakukan. Namun dibalik kabar gembira makro ekonomi itu memang masih terlihat persoalan pelit yang masih membutuhkan usaha dan pekerjaan yang serius dalam penyelesaiannya. Diantaranya adalah usaha-usaha untuk mengurangi kemiskinan, mempertinggi harapan hidup, mempertinggi tingkat melek huruf dan melek teknologi bagi penduduk usia sekolah dan mempertinggi masa bersekolah anak-anak bangsa.
Pekerjaan untuk mengurangi kemiskinan ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, usaha-usaha untuk mengurangi kemiskinan ini sudah dilakukan sejak zaman pemerintahan Kolonial Belanda namun hasilnya sampai sekarang belumlah mengembirakan kita bersama, data susenas yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS), 2001 penduduk miskin dari 15,16 % menjadi 13,5 % pada tahun 2003, bulan Maret tahun 2006 menunjukkan total penduduk miskin mencapai 39,05 juta (17,75 % dari total penduduk 222 juta jiwa, dengan penghasilan kecil dari Rp152.847/kapita/bulan, dalam 5 tahun terakhir angka ini selalu mengalami kecenderungan kenaikan. Indikator Human Development Indeks masih selalu dibawah negara-negara tetangga Malaysia, Singapura bahkan Vietnam. Indonesia berada dalam peringkat yang rendah yakni 117 dari 157 negara dalam hal ini dikategorikan sebagai salah satu Negara miskin
Persoalan kemiskinan ini juga sudah menjadi wacana nasional, semua pihak sepakat bahwa persoalan ini perlu mendapat perhatian yang sangat serius, perlu dikurangi, dan perlu ditingkatkan usaha-usaha untuk pemberdayaan keluarga miskin. Pilihan-pilihan kebijakan publik sesungguhnya banyak yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemiskinan. Pemerintahan memiliki visi kebijakan untuk mengurangi kemiskinan dengan tiga cara yakni : Pertama, Mempercepat pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk miskin tidakakan dapat dikurangi secara signifikan tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang bermanfaat bagi orang miskin. Pada periode setelah krisis, berkurangnya penduduk miskin lebih banyak disebabkan karena membaiknya stabilitas ekonomi dan turunnya harga bahan makanan.Untuk menurunkan tingkat kemiskinan lebih jauh lagi, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi merupakan suatu keharusan. Kedua, Peningkatan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin. Indonesia harus dapat menyelesaikan masalah dalam bidang pelayanan sosial agar manfaat dari pembangunan lebih dirasakan. Peningkatan dalam efektifitas dan efisiensi pemberian pelayanan sosial, dapat dicapai dengan mengusahakan perbaikan dalam sistem kelembagaan dan kerangka hukum, termasuk dalam aspek-aspek yang terkait dengan desentralisasi. Hal ini akan membuat penyedia jasa mengenali tanggung jawab mereka dalam menjaga kualitas pelayanan yang diberikan, disamping memberikan kesempatan bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengawasi aktifitas tersebut. Ketiga Perlidungan bagi si miskin. Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Hampir 40 persen dari penduduk, hidup hanya sedikit di atas garis kemiskinan nasional dan mempunyai pendapatan kurang dari US$2 per hari. Perubahan sedikit saja dalam tingkat harga, pendapatan dan kondisi kesehatan, dapat menyebabkan mereka berada dalam kemiskinan, setidaknya untuk sementara waktu. Program perlidungan sosial yang ada tidaklah mencukupi dalam menurunkan tingkat resiko bagi keluarga miskin, walaupun memberikan manfaat pada keluarga yang lebih berada. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan menyediakan program perlindungan sosial yang lebih bermanfaat bagi penduduk miskin serta masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan.
Ketiga pemikiran tersebut saya kira positif namun strategi ini tidaklah menguntungkan karena dikhawatirkan masyarakat tidak memiliki modal di masa mendatang. Penulis justru memberikan masukan agar pemerintah memfokuskan saja perhatian pada satu program pengentasan kemiskinan khususnya untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan itu sendiri. yakni Pertama merubah profesi kaum miskin dari petani, nelayan, buruh menjadi pelaku usaha produktif (wirausaha) dan yang kedua adalah program pendidikan bagi keluarga miskin sehingga anggota keluarga penduduk miskin memiliki kompetensi masa depan yang lebih baik dan memiliki modal sosial yang kuat.
Keluarga miskin biasanya berprofesi sebagai petani di pedesaan, nelayan di tepi pantai, para pekera di perkotaan dan para pekerja informal di perkotaan. Maka usaha-usaha mengatasi kemiskinan pada level kaum miskin ini adalah bagaimana upaya agar mereka bisa merubah profesi mereka jadi pedagang atau pelaku usaha produktif baik di pedesaan maupun perkotaan. Usaha-usaha ini merupakan usaha-usaha untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan, memberikan kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha kecil, menengah dan besar. Pelaku usaha besar tidak semena-mena terhadap pelaku usaha kecil dan sebaliknya pelaku usaha kecil dan menengah juga tidak boleh merugikan usaha besar namun saling sinergis dan berusaha saling menguntungkan dengan model kemitraan yang saling menguntungkan. Banyak model yang telah dikembangkan dan menemukan titik keberhasilan katakanlah model kemitraan plasma dan inti pada usaha-usaha perkebunan atau model kemitraan dalam bentuk kontrak kerja antara petani (pemasok) input industri atau petani dengan pelaku usaha supermarket di perkotaan. Disamping model kemitraan pelaku usaha besar dan usaha kecil, cara lain juga bisa dikembangkan dengan model pemagangan, seperti yang dilakukan oleh suku Minang Kabau (Sumatera Barat), para pelaku usaha pemula diberikan kesempatan bekerja pada induk semang dan kemudian jika anak semang (pekerja) telah cukup pengalaman dan telah memiliki keberanian usaha maka boleh berdiri sendiri (tagak surang). Hasil dari model ini bisa terlihat hampir diseluruh Indonesia berdiri rumah makan Padang.
Assalamualaikum Wr.Wb
Mari kita sama-sama belajar dan berbagi
Artikel : Mari Bangkit Ranah Minang
Yulhendri,S.Pd,M.Si
Mari kita bangkit dan maju Ranah Minang
Penulis: Dosen FE UNP, mahasiswa Program Doktor UM
Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi yang berada di bagian Barat pulau Sumatera. Menurut Data BPS tahun 2006 penduduk Sumatera Barat pada tahun 2005 berjumlah 4.528.242, jiwa dengan komposisi 2.225.847 laki-laki dan 2.302.395 orang perempuan. Sumatera Barat dihuni oleh penduduk sebagian besar etnik Minang, Mandahiling, Mentawai, Jawa, China dan suku nusantara lainnya. Minangkabau (Sumatera Barat) dikenal sebagai salah satu suku yang dinamis dan tersebar diseluruh nusantara hingga dunia internasional, dikenal gigih, ulet, cerdas, berjiwa wirausaha, religi dan juga bisa beradaptasi dengan lingkungan daerah rantau.
Propinsi ini juga dikenal sebagai daerah asal para tokoh-tokoh nasional masa lalu pada bidang akademik, politik, bisnis dan keagamaan. Namun jika dicermati kondisi riil daerah, sebuah wilayah atau ruang Propinsi Sumatera Barat belumlah menunjukkan kemajuan yang berarti. Sejarah mencatat bahwa seseorang keturunan suku minangkabau yang berhasil di bidangnya masing-masing dan menjadi tokoh tidaklah dihasilkan secara murni dari lingkungan dan kemasyarakatan Sumatera Barat. Seperti contoh salah satu tokoh besar Republik Indonesia Moh. Hatta putra Minang yang berhasil menjadi salah satu penggerak dan idiolog Negara dilahirkan di Sumatera Barat namun dalam proses hidupnya tetap saja besar di negeri rantau, sama halnya dengan Buya Hamka, Natsir, Moh Yamin, Safii Maarif, dan lain-lain. Nah, Pertanyaannya kemudian adalah kenapa ?
Jawaban atas pertanyaan ini barangkali kita semua bisa memahami dengan melihat fakta-fakta sosial yang terjadi di lingkungan kita berada.Mestika Zed (2002) seorang Analis sosial Universitas Negeri Padang mengungkapkan bahwa kemunduran masyarakat Sumatera Barat dikarenakan karena menurunnya kepercayaan diri, menurunnya budaya belajar ditingkat nagari, lahirnya prilaku konsumtif dikalangan generasi muda, dan memburuknya lingkungan sosial kemasyarakatan. Hal inilah yang menjadi penghambat proses perubahan dan pembangunan di Sumatera Barat khususnya pengembangan dan pembangunan sumber daya manusi
Kepercayaan diri (self confidence), kepercayaan diri berhubungan aspek psikologis, merasa rendah diri, merasa tidak mampu, merasa orang lain lebih hebat, merasa tidak mampu mengerjakan suatu pekerjaan. Kepercayaan diri sesungguhnya berasal dari kompetensi diri dan konsep diri yang mantap (self concept). Kita mengetahui potensi diri dan mengetahui kelemahan diri. Rencahnya kepercayaan diri ini terjadi karena bebera hal, ada orang yang mengatakan kepercayaan diri warga Sumatera Barat berkurang karena kalah perang dalam perjuangan PRRI, ada juga yang mengatakan bahwa memang masyarakat Sumatera Barat memiliki kemampuan (competency) yang rendah dan konsep diri yang rendah. Pembuktian diri masyarakat Sumatera Barat dalam iven-iven nasional sampai hari ini belum berhasil mengangkat harga diri masyarakat Sumatera Barat. Ada kecenderungan hal-hal yang baik jarang kita dengar dari publikasi media bahkan masyarakat kita sering disuguhi dengan berita-berita yang menurunkan kepercayaan diri itu sendiri, seumpama, kasus busung lapar yang melanda Sumatera Barat pada tahun 1998-an, rendahnya nilai hasil belajar siswa-siswa Sumatera Barat, rendahnya human development indeks, rendahnya kemandirian keuangan daerah dan lain-lain.
Hal yang kedua yang menjadi sebab kemunduran Sumatera Barat adalah : menurunnya budaya belajar di tingkat basis yakni nagari. Pada masa dahulu datuk-datuk kita bercerita, bagaimana surau berfungsi sebagai tempat balajar, sistem belajar dan lingkungan belajar yang kondusif di masyarakat Nagari. Ada peran ninikmamak dan alim ulama yang besar untuk menghidupkan sistem pembelajaran berbasis nilai masyarakat. Sekarang budaya itu hilang, walaupun kemudian tahun 1999, pemerintah propinsi Sumatera Barat berusaha untuk menghidupkan kembali sistem tersebut dengan komitmen kembali ke pemerintahan Nagari namun nampaknya usaha-usaha tersebut tidaklah berkelanjutan dan tidak terukur. Apa persoalannya? Banyak hal diantaranya adalah kuatnya virus eksternal yang masuk dalam fikiran anak-anak nagari melalui media televisi, hampir sebagian besar waktu anak nagari berada didepan televisi termasuk orang-orang tua, ibu-ibu rumah tangga dan para anak gadis kita. Siaran televisi hari ini juga kita ketahui dan pahami bahwa media itu digunakan oleh para pedagang lokal dan dunia untuk memasarkan produknya sehingga mendorong budaya konsumerisme. Dan yang paling menyedihkan kita adalah siaran-siaran televisi lebih memberikan pengaruh terhadap imeg dan pemikiran anak nagari dibandingkan dengan arahan orang tuanya, guru bahkan kitab sucinya sekalipun. Sehingga kita bisa mengatakan bahwa pada zaman hari ini sesungguhnya kita digerakkan oleh media bukan lagi pedoman hidup yang hakiki yang kita yakini.
Persoalan ini merupakan persoalan globalisasi, ketika batas Negara, batas ruang dan waktu hampir tidak ada lagi pembatasan yang jelas mengakibatkan terjadinya model penjajahan gaya baru yang diterapkan oleh sekelompok orang, group, perusahaan multinasional dan bangsa-bangsa yang maju. Sehingga muncullah budaya konsumerisme dan memburuknya lingkungan sosial. Banyak rumah tangga membeli barang dan jasa sesungguhnya belum tepat untuk dibeli atau justru ketika dimiliki tidak memiliki nilai tambah atau tidak meningkatkan pendapatan rumah tangga tetapi hanya akan selalu berkurang nilainya antar waktu karena penyusutan dan biaya pemeliharaan barang-barang dan jasa tersebut. Prilaku ekonomi yang konsumtif ini mengakibatkan semakin menurunnnya produktivitas masyarakat, berkurangnya assets yang dimiliki, tereksploitasinya potensi modal untuk berproduksi dan semakin meningkatnya biaya hidup (living cost) harian rumah tangga, dan kemiskinan semakin kuat dalam kehidupan masyarakat kita. Prilaku ini tidak hanya dilakukan oleh rumah tangga (mikro) namun juga memasuki prilaku publik di pemerintahan. Terlihat nyata pimpinan daerah dan pejabat publik baik di eksekutif, legislative dan badan usaha Negara/daerah belum merasa nyaman (barangkali) ketika belum memiliki dan menaiki mobil-mobil seri terbaru, atau lampu-lampu hias yang indah, atau gedung kantor yang megah. Pada hal sesungguhnya prilaku kita ini hanya akan memiskinkan kita secara bersama di kemudian hari.
Nah, mencermati fakta-fakta ini apa yang mesti kita lakukan untuk kemakmuran di masa mendatang ?, jawaban pertanyaan ini sangatlah muda, anak-anak kita saja di sekolah dasar sudah bisa menjawab pertanyaan ini. Tapi bisakah diwujudkan, entahlah? tapi yang pasti kalau kita secara bersama masyarakata Sumatera Barat, memahami dan menyadari kenyataan bahwa kita berada di jurang kehancuran tentuk kita akan tergugah untuk berbenah diri dan membangun komitmen bersama, adapun usaha-usaha yang bisa dilakukan adalah :
Pertama, Mesti ada komitmen pimpinan dan para pemegang kekuasaan untuk memperankan dirinya sebagai pengontrol Negara dan penggerak Negara ke arah jalan yang tepat. Usaha tersebut diantaranya adalah mengontrol media televisi membuat siaran-siaran yang tidak berdimensi keburukan dan kesesatan seperti apa yang terjadi hari ini, mengontrol keingingan dan hastrat untuk memiliki kesenangan yang berlebihan sebagai mana dilarang dalam ajaran oleh kitab suci kita, membelanjakan dana publik pada pembelanjaan barang modal yang produktif termasuk alokasi dana pendidikan yang memadai untuk anak usia sekolah dan perguruan tinggi termasuk beasiswa 5 % dari total dana publik untuk anak keluarga miskin ke Perguruan Tinggi.
Kedua, Perlu ada sistem pembelajaran masyarakat yang memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk selalu membelanjakan uang-uangnya untuk assets yang nilainya akan selalu bertambah dan bukan berkurang.
Ketiga, Perlunya komitmen yang kuat dari masyarakat untuk mengurangi konsumsi yang tidak penting seperti merokok namun menggunakan kekayaan (uang) yang dimiliki untuk membeli buku anak sekolah atau bibit-bibit tanaman bagi petani, biaya pendidikan menambah keterampilan bagi pekerja dan biaya penambahan modal kerja bagi pedagang kaki lima.
Keempat, perlunya komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan publik yang lebih harmonis dan bersahaja dengan saling menghargai kedudukan masing-masing dan saling memberikan penghargaan kemanusiaan bagi kelompok-kelompok sosial yang riskan dengan penyakit sosial dan cacat tubuh, orang tua renta dan lain-lain.
Mudah-mudahan Sumatera Barat lebih manusiawi, lebih bermartabat dan lebih makmur di masa mendatang.amin..