Artikel : Ekonomi Rakyat

Jumat, 09 Januari 2009


Yulhendri

Pengurangan Kemiskinan dengan Merubah profesi dan Pendidikan


Krisis ekonomi Indonesia tahun 1998, memberikan hikmah yang sangat besar dalam keberlanjutan negara sebagai sebuah bangsa yang akan besar. Banyak makna pembelajaran bangsa yang bisa dipetik dan dijadikan sebagai suatu nilai-nilai baru untuk menatap masa depan Indonesia yang lebih maju dan bermartabat. Biaya belajar yang harus ditanggung disadari memang amatlah mahal, ratusan triliyun dana negara hilang dibawa oleh para pelaku ekonomi usaha besar ke luar negeri, jutaan pekerja kehilangan pekerjaan, ribuan usaha yang berbasis pada input impor dan sumber pembiayaan dollar hancur, dan jatuhnya sebuah pemerintahan orde baru yang selama ini berkuasa secara dominan.

Biaya sosial, ekonomi dan politik yang tinggi pada saat krisis, kalau diarifi memberikan kemanfaatan dan eksternalitas positif dalam perekonomian nasional hari ini, lahirnya harapan yang lebih baik. Hal ini bisa terlihat dari kondisi makro perekonomian, diantaranya adalah : devisa negara yang semakin baik yang diakibatkan oleh keseimbangan neraca pembayaran internasional yang surplus. Sistem pemerintahan yang sudah mulai demokratis, menjalankan prinsip-prinsip good governance dan usaha-usaha untuk mengurangi distorsi pasar yang semakin giat dilakukan. Namun dibalik kabar gembira makro ekonomi itu memang masih terlihat persoalan pelit yang masih membutuhkan usaha dan pekerjaan yang serius dalam penyelesaiannya. Diantaranya adalah usaha-usaha untuk mengurangi kemiskinan, mempertinggi harapan hidup, mempertinggi tingkat melek huruf dan melek teknologi bagi penduduk usia sekolah dan mempertinggi masa bersekolah anak-anak bangsa.

Pekerjaan untuk mengurangi kemiskinan ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, usaha-usaha untuk mengurangi kemiskinan ini sudah dilakukan sejak zaman pemerintahan Kolonial Belanda namun hasilnya sampai sekarang belumlah mengembirakan kita bersama, data susenas yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS), 2001 penduduk miskin dari 15,16 % menjadi 13,5 % pada tahun 2003, bulan Maret tahun 2006 menunjukkan total penduduk miskin mencapai 39,05 juta (17,75 % dari total penduduk 222 juta jiwa, dengan penghasilan kecil dari Rp152.847/kapita/bulan, dalam 5 tahun terakhir angka ini selalu mengalami kecenderungan kenaikan. Indikator Human Development Indeks masih selalu dibawah negara-negara tetangga Malaysia, Singapura bahkan Vietnam. Indonesia berada dalam peringkat yang rendah yakni 117 dari 157 negara dalam hal ini dikategorikan sebagai salah satu Negara miskin

Persoalan kemiskinan ini juga sudah menjadi wacana nasional, semua pihak sepakat bahwa persoalan ini perlu mendapat perhatian yang sangat serius, perlu dikurangi, dan perlu ditingkatkan usaha-usaha untuk pemberdayaan keluarga miskin. Pilihan-pilihan kebijakan publik sesungguhnya banyak yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemiskinan. Pemerintahan memiliki visi kebijakan untuk mengurangi kemiskinan dengan tiga cara yakni : Pertama, Mempercepat pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk miskin tidakakan dapat dikurangi secara signifikan tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang bermanfaat bagi orang miskin. Pada periode setelah krisis, berkurangnya penduduk miskin lebih banyak disebabkan karena membaiknya stabilitas ekonomi dan turunnya harga bahan makanan.Untuk menurunkan tingkat kemiskinan lebih jauh lagi, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi merupakan suatu keharusan. Kedua, Peningkatan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin. Indonesia harus dapat menyelesaikan masalah dalam bidang pelayanan sosial agar manfaat dari pembangunan lebih dirasakan. Peningkatan dalam efektifitas dan efisiensi pemberian pelayanan sosial, dapat dicapai dengan mengusahakan perbaikan dalam sistem kelembagaan dan kerangka hukum, termasuk dalam aspek-aspek yang terkait dengan desentralisasi. Hal ini akan membuat penyedia jasa mengenali tanggung jawab mereka dalam menjaga kualitas pelayanan yang diberikan, disamping memberikan kesempatan bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengawasi aktifitas tersebut. Ketiga Perlidungan bagi si miskin. Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Hampir 40 persen dari penduduk, hidup hanya sedikit di atas garis kemiskinan nasional dan mempunyai pendapatan kurang dari US$2 per hari. Perubahan sedikit saja dalam tingkat harga, pendapatan dan kondisi kesehatan, dapat menyebabkan mereka berada dalam kemiskinan, setidaknya untuk sementara waktu. Program perlidungan sosial yang ada tidaklah mencukupi dalam menurunkan tingkat resiko bagi keluarga miskin, walaupun memberikan manfaat pada keluarga yang lebih berada. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan menyediakan program perlindungan sosial yang lebih bermanfaat bagi penduduk miskin serta masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan.

Ketiga pemikiran tersebut saya kira positif namun strategi ini tidaklah menguntungkan karena dikhawatirkan masyarakat tidak memiliki modal di masa mendatang. Penulis justru memberikan masukan agar pemerintah memfokuskan saja perhatian pada satu program pengentasan kemiskinan khususnya untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan itu sendiri. yakni Pertama merubah profesi kaum miskin dari petani, nelayan, buruh menjadi pelaku usaha produktif (wirausaha) dan yang kedua adalah program pendidikan bagi keluarga miskin sehingga anggota keluarga penduduk miskin memiliki kompetensi masa depan yang lebih baik dan memiliki modal sosial yang kuat.

Keluarga miskin biasanya berprofesi sebagai petani di pedesaan, nelayan di tepi pantai, para pekera di perkotaan dan para pekerja informal di perkotaan. Maka usaha-usaha mengatasi kemiskinan pada level kaum miskin ini adalah bagaimana upaya agar mereka bisa merubah profesi mereka jadi pedagang atau pelaku usaha produktif baik di pedesaan maupun perkotaan. Usaha-usaha ini merupakan usaha-usaha untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan, memberikan kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha kecil, menengah dan besar. Pelaku usaha besar tidak semena-mena terhadap pelaku usaha kecil dan sebaliknya pelaku usaha kecil dan menengah juga tidak boleh merugikan usaha besar namun saling sinergis dan berusaha saling menguntungkan dengan model kemitraan yang saling menguntungkan. Banyak model yang telah dikembangkan dan menemukan titik keberhasilan katakanlah model kemitraan plasma dan inti pada usaha-usaha perkebunan atau model kemitraan dalam bentuk kontrak kerja antara petani (pemasok) input industri atau petani dengan pelaku usaha supermarket di perkotaan. Disamping model kemitraan pelaku usaha besar dan usaha kecil, cara lain juga bisa dikembangkan dengan model pemagangan, seperti yang dilakukan oleh suku Minang Kabau (Sumatera Barat), para pelaku usaha pemula diberikan kesempatan bekerja pada induk semang dan kemudian jika anak semang (pekerja) telah cukup pengalaman dan telah memiliki keberanian usaha maka boleh berdiri sendiri (tagak surang). Hasil dari model ini bisa terlihat hampir diseluruh Indonesia berdiri rumah makan Padang.

Diposting oleh Yulhendri Sutan sdq Batuah di 17.25  

0 komentar:

Posting Komentar