Eksternalitas – Sosial Capital dan Pembangunan Bangsa

Kamis, 08 Januari 2009

Eksternalitas – Sosial Capital
Yulhendri – Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang

Eksternalitas merupakan salah satu fenomena dari suatu peristiwa dan objek sosial, sama halnya dengan pendirian pabrik atau mekanisme pasar. Dimana ketika suatu pabrik didirikan eskternalitasnya terdapat kesempatan kerja bagi angkatan kerja sebagai dampak dari eksternalitas positif namun juga menimbulkan eksternalitas negatif dalam bentuk : polusi udara, pencemaran air, dan perusakan lingkungan. modal sosial juga memiliki eksternalitas. Ketika Robert Putnam (1993) merenung tentang konsep modal sosial, beliau telah mampu membaca dan menuliskan bahwa modal sosial ternyata memiliki eksternalitas negatif. Lahirnya interaksi personal yang menyebabkan terjadi konflik kepentingan (interest group) atau kasus ekstrim seperti organisasi mafia di Italia, perang antar suku di Rwanda. Putnam (1993) menjelaskan keanggotaan seseorang dalam suatu asosiasi atau organisasi akan memberikan keuntungan (benefit) bagi anggota asosiasi tersebut namun menimbulkan kerugian bagi non anggota asosiasi.
Barangkalai teori Sosiologi Putnam ini bisa menjawab salah satu persoalan di tanah air kita Indonesia. Bangsa Indonesia terbentuk dari suatu nilai kebangsaan, solidaritas sesama jajahan Belanda sehingga secara teritorial negara wilayah Indonesia adalah bekas wilayah pemerintahan Hindia Belanda. Dulu ketika awal kedatangan bangsa Eropa di Nusantara, muncul penolakan dari dihampir sebagian besar wilayah nusantara, terjadi perlawan, perang Diponegoro, Perang Ambon, perang Aceh, Perang Padri, Perang Mataram, Perang Malaka, Perang Banten, Perang Hasanuddin, Perang Sisingamangaraja, Perang Antasari, dan ribuan perang lainnya melawan Belanda. Namun peperangan itu berhasil dikalahkan oleh Belanda, karena terjadi seporadis dan tidak terkoordinasi dengan bersama dalam bentuk persatuan. Kesadaran persatuan tahun semakin tahun mulai tumbuh, karena pendidikan politik rakyat terus dilakukan oleh partai politik non cooperation yang diterapkan oleh para pemimpin pergerakan setelah tahun 1908- hingga 1942. Dan ketika Jepang kalah dalam perang dunia kedua, semangat persatuan itu menjadi utuh sehingga secara bersama-sama bangsa terjajah “Bangsa Indonesia” melawan keinginan Belanda untuk mendirikan pemerintahan periode keduanya di Indonesia sehingga terjadilah perang massif, secara bersama-sama melawan Belanda (NICA) dalam periode revolusi fisik 1945 – 1949, untuk mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dan dan berkat rahmat Allah yang maha kuasa kita sudah sampai digerbang kemerdekaan dan saat ini sudah mulai bangkit dari ketertinggalan.
Bangsa Indonesia terbentuk dan sampai tahun 2009 telah berumur lebih dari 63 tahun, hampir satu abad. Dalam perjalanan Bangsa yang besar ini, kita masih dihadapkan dengan persoalan kemiskinan, daya beli masyarakat yang rendah, kesenjangan ekonomi, pembangunan sumberdaya manusia yang masih rendah dan kualitas layanan publik yang masih rendah.
Kalaulah kemudian perilaku anak bangsa terus berjalan seperti ini maka mengutip Nabahani (1953) bahwa nilai kebangsaan merupakan nilai terendah dalam pembentukan bangsa, karena nilai ini bersumber dari semangat emosional, merasa sama-sama (se-suku, sewilayah,se-nasib dan se-lainnya). Nilai ini muncul ketika adanya naluri untuk mempertahankan suku, wilayah dan memperjuangkan nasibnya. Ketika ada pihak asing masuk ke wilayah tertentu maka muncul semangat untuk mengusir orang asing tersebut, tetapi manakalah pihak asing sudah pergi dari negeri tersebut nilai nasionalisme mulai turun dan akan muncul nilai-nilai baru yakni nilai keinginan untuk mendominasi oleh suku tertentu (misalnya dikembangkan mitos kalau capresnya tidak dari suku Jawa maka tidak akan pernah menang dalam pemilihan presiden. Nilai ingin kaya oleh group korporasi tertentu, nilai ingin dikenal, nilai ingin menunjukkan kehebatan latar belakang institusi masing-masing. Kami sesama alumni Harvard, kami sesama alumni STPDN (IPDN) pamong senior, kami sesama alumni ITB, kami sesama alumni UI, UGM, saya alumni ormas ini, itu, dan lain-lain.
Munculnya kepentingan kelompok dalam kajian sosiologis adalah suatu hal yang alamiah terjadi sebagai akibat dari rendahnya nilai bangunan bangsa yang diciptakan. Jika ini tidak cepat-cepat diperbaiki barangkali nasionalisme kebangsaan Indonesia tinggal menunggu waktu akan pudar dan sama halnya proses siklus kerajaan di Nusantara, Sriwijaya dihancurkan, muncul Majapahit, Majapahit hancur, muncul Mataram, Samudera Pasai, Muncul Demak, dan bisa jadi dikemudian hari jika semangat kebangsaan itu tidak diiringi dengan fungsi sosial yang diciptakan oleh negara maka akan lahir negara-negara baru seperti yang terjadi atas Yugoslavia dalam bentuk Bosnia, Serbia, Montenegro, Kosovo dll. Akankah republik yang kita cintai ini akan menjadi negara-negara terkecil, Wallahualam.......

Diposting oleh Yulhendri Sutan sdq Batuah di 17.02  

0 komentar:

Posting Komentar