Gagalnya ekonomi pasar dalam menciptakan keadailan ekonomi

Selasa, 10 Februari 2009

Kegagalan Ekonomi Pasar dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

Bila ditelisik lebih mendalam, setidaknya terdapat tiga faktor yang membuat konsepsi pasar dapat dinilai atau dapat menjurus pada kondisi “gagal”, sehingga membutuhkan intervensi pemerintah. Pertama, meskipun demand and supply law berlaku umum, tapi dalam praktiknya, ketika variabel lain berubah maka acap kali hukum tersebut menjadi tidak berlaku. Hukum permintaan dan penawaran menjelaskan tentang interaksi antara pembeli dan penjual yang pada akhirnya akan mendorong terjadinya kesepakatan harga dan kuantitas yang diminta dan ditawarkan pada titik keseimbangan (point of equilibrium). Harga menjadi faktor penentu kuantitas yang demand dan supply karena selayak “tangan ajaib”, harga akan memotivasi umat manusia untuk berperilaku ekonomi.

Kedua, persaingan tidak dapat bekerja efektif dalam kondisi lemahnya pesaing atau terlalu dominannya salah satu atau sekelompok kekuatan di dalam pasar. Ketika ada kekuatan pasar yang terlampau dominan, maka pemerintah wajib untuk mengintervensi pasar guna meningkatkan persaingan.

Ketiga, ekternalitas akibat aktivitas ekonomi acapkali menghambat terjadinya efektivitas dan efisiensi pasar. Dalam kasus Indonesia, eksternalitas akibat aktivitas ekonomi bisa dicontohkan seperti polusi udara, bencana banjir, lumpur yang terus keluar dan tak terkendali dari perut bumi (kasus lumpur lapindo), jatuhnya pesawat terbang ke pemukiman warga di dekat Bandar udara Polonia Medan, bau yang menyengat di sekitar pabrik karet, bunyi musik sampai larut malam di jalan Legian Bali

Sumber Kehancuran Ekonomi Dunia

Amerika Serikat sebagai negara yang melahirkan ide dan gagasan globalisasi ekonomi tidak bisa melepaskan dirinya atas fenomena ketimpangan . Bahkan, pada awal tahun 2008, AS mengalami guncangan ekonomi akibat krisis finansial. Joseph E.Stiglitz (2003), seorang ekonom dan peraih hadiah nobel ekonomi menjelaskan benih-benih kehancuran ekonomi AS akibat adanya gelembung ekonomi (economic bubble) karena 1) pertumbuhan harga aset tidak lagi terkait dengan nilai yang dikandungnya; 2) kegairahan irrasional, yakni adanya kecenderungan harga yang tidak masuk akal pada saham-saham tertentu atau produk tertentu; 3) akuntansi perusahaan menyajikan informasi yang keliru karena adanya konflik kepentingan atas laporan keuangan tersebut; dan 4) pemotongan tarif pajak (capital gains). Kondisi tersebut diperparah kegagalam pemerintah sebagai penyeimbang pasar dan pertumbuhan “murah” yang bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam dan “pelitnya” investasi di sektor pendidikan, infrastruktur dan riset dasar.

Ditelaah dari berbagai sumber :

Diposting oleh Yulhendri Sutan sdq Batuah di 20.20  

0 komentar:

Posting Komentar